Rabu, 01 September 2010

Cinta itu Menyembuhkan, Bukan Menyakitkan

oleh : Agastya Widhi Harjunadhi
Mungkin judul dari artikel saya kali ini sedikit menimbulkan tanda tanya dalam benak anda. Setidaknya ada yang berkata “hmm? menyembuhkan? menyakitkan? “.. sebagian dari anda mungkin sudah tahu hal seperti apa yang dinamakan cinta yang menyembuhkan atau yang menyakitkan, tapi yang saya tebak kali ini adalah, sebagian besar dari anda, pasti pernah mengalami “sakit karena cinta”..ya kan?.. termasuk penulis juga soalnya, hehe (jujur amat sih gue), tapi yang terpenting, saya ingin mengajak anda untuk berfikir dengan sudut pandang yang berbeda dan lebih bijaksana insya Alloh, meski kebanyakan dari anda itu mudah untuk memahami teorinya, namun kebanyakan dari anda pula, tersandung dalam hal “praktik”nya.. ya tho..ngaku aja..haha.. tenang..saya juga kok.. makanya, justru karena kita makhluk yang tiada sempurna, tempat salah dan lupa, maka kita belajar bareng, berbagi dan juga saling mengingatkan..
nah, saya mengambil cuplikan kisah yang ada di Ketika Cinta Bertasbih.. ini dia..

“Bayangkan Kang, kalau boleh jujur, aku sudah bersimpati padanya sejak mengajarnya di Madrasah Aliyah. Dulu aku tidak merasakannya. Tapi sejak dia tiba di Cairo ini, aku diam-diam sudah merencanakan hendak mengkhitbahnya begitu aku lulus. Aku sangat mencintainya. Namun herannya ketika dia minta saran kenapa aku bisa memberi saran demikian. Kenapa aku sok jadi pahlawan dengan mengutamakan orang lain? Sekarang aku seperti terpanggang oleh api cemburu dan penyesalan yang sangat menyakitkan. Aku harus bagaimana Kang?”
Azzam tersenyum. Entah kenapa mendengar kisah Fadhil ia ingin tertawa, tapi tidak dilakukannya. Ia takut membuat Fadhil semakin tersiksa. Dengan tenang, ia berniat menghibur dan memberikan jalan yang lebih terang kepada Fadhil. Ia menanggapi,
“Dhil, Fadhil, masalah yang kau hadapi itu masalah kecil. Tak usah kaubesar-besarkan. Nanti semuanya akan baik-baik saja. Ini kebetulan aku baru saja membaca perkataan Imam Ibnu Athaillah yang sangat dahsyat tentang cinta. Dan perkataan beliau ini bisa jadi terapi yang tepat untuk penyakit cintamu. Ya, aku katakan apa yang kau simpan di hatimu itu adalah penyakit. Cinta sejati itu menyembuhkan tidak menyakitkan.”
Dengar baik-baik ya perkataan Ibnu Athaillah, saya bacakan langsung dari kitab aslinya. Beliau mengatakan: la yukhrijuasy syahwata illa khaufun muz’ijun aw syauqun muqliqun! Artinya, tidak ada yang bisa mengusir syahwat atau kecintaan pada kesenangan duniawi selain rasa takut kepada Allah yang menggetarkan hati, atau rasa rindu kepada Allah yang membuat hati merana!
“Coba resapi baik-baik kata-kata ulama besar dari Iskandaria ini. Kecintaanmu pada Tiara itu syahwat. Hampir semua orang yang jatuh cinta itu merasakan apa yang kau rasakan. Dan perasaan seperti itu tidak akan bisa kau keluarkan, kau usir dari hatimu kecuali jika kau memiliki dua hal. “Pertama, rasa cinta kepada Allah yang luar biasa yang menggetarkan hatimu. Sehingga ketika yang ada di hatimu adalah Allah, yang lain dengan sendirinya menjadi kecil dan terusir. Kedua, rasa rindu kepada Allah yang dahsyat sampai hatimu merasa merana. Jika kau merasa merana karena rindu kepada Allah, kau tidak mungkin merana karena rindu pada yang lain. Jika kau sudah sibuk memikirkan Allah, kau tidak akan sibuk memikirkan yang lain. “Karena hatimu miskin cinta dan rindu kepada Allah, jadinya kau dijajah oleh cinta dan rindu pada yang lain. Saat ini yang menjajah hatimu adalah rasa cinta dan rindumu pada Tiara. Itulah yang membuatmu tersiksa Padahal kau sudah tahu kalau dia sudah dilamar dan dikhitbah saudaramu sendiri. Kau harus tahu perasaan seseorang tidak bisa mengubah hukum syariat. Seberapa besar rasa cintamu kepada Tiara dan seberapa besar perasaan cintanya kepadamu, tidak akan mengubah hukum dan status Tiara, bahwa ia telah dikhitbah oleh saudaramu. Apalagi Tiara telah menerimanya.
“Panitia pernikahan telah ditata. Kau sama sekali tidak boleh merusaknya. Kalau kau mau jadi pahlawan jangan setengah-setengah. Jadilah pahlawan yang benar benar pahlawan, meskipun harus mengorbankan sesuatu yang kau anggap paling berharga. Tidak ada pahlawan yang tidak berkorban apa-apa!”
Kedua mata Fadhil basah mendengar kata -kata Azzam yang membukakan jalan lebih terang baginya. Tapi Tiara masih juga tertulis dengan jelas di hatinya.
“Terima kasih Kang. Cinta memang bukan segala-galanya, tapi kehilangan cinta seperti kehilangan segala -galanya.”
Azzam tersenyum dan berkata dengan suara pelan,
“Benar. Mencintai makhluk itu sangat berpeluang menemui kehilangan. Kebersamaan dengan makhluk juga berpeluang mengalami perpisahan. Hanya cinta kepada Allah yang tidak. Jika kau mencintai seseorang ada dua kemungkinan diterima dan ditolak. Jika ditolak pasti sakit rasanya. Namun
jika kau mencintai Allah pasti diterima. Jika kau mencintai Allah, engkau tidak akan pernah merasa kehilangan. Tak akan ada yang merebut Allah yang kaucintai itu dari hatimu. Tak akan ada yang merampas Allah. Jika kau bermesraan dengan Allah, hidup bersama Allah, kau tidak akan pernah berpisah
dengannya. Allah akan setia menyertaimu. Allah tidak akan berpisah darimu. Kecuali kamu sendiri yang berpisah dari-Nya. Cinta yang paling  membahagiakan dan menyembuhkan adalah cinta kepada Allah ‘Azza wa Jalla.”
Mendengar hal itu ada kesejukan yang mengaliri jiwanya. Kesejukan yang membuat hatinya sedikit terhibur dan lega. Jiwanya perlahan mulai menemukan ketenangan.
nah, itu adalah hikmah, dan sedikit uraian cerita sebagai contoh konkretnya. selanjutnya adlah tergantung pada pribadi masing-masing dalam menyikapinya.. semoga bermanfaat.. :)
=================================
ANA UHIBBUKUM FILLAH
SALAM CINTA UNTUKMU SODARAKU KARENA ALLAH
♥♥ ♥♥
(¯`v´¯)
`·.¸.·´
¸.·´… ¸.·´¨) ¸.·*¨)
(¸.·´ (¸.·´ .·´ ¸¸.·¨¯`·.
♥♥ agastya w. harjunadhi ♥♥
sumber : agastya.wordpress.com

Tidak ada komentar: