BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Salah satu faktor yang sangat strategis
dan substansial dalam upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
suatu bangsa adalah pendidikan. Pada saat ini pendidikan menjadi fenomena
permasalahan yang sangat penting di Indonesia. Hal ini dilihat dari
keadaan SDM di bangsa Indonesia yang kurang siap menghadapi millennium goals,
era globalisasi, dan era informasi, menurut Pikiran Rakyat tahun 2006
menyatakan bahwa di tingkat dunia Indonesia termasuk Negara penghutang (debitor)
nomor 6, Negara terkorup nomor 3, peringkat SDM ke 112 dari 127 negara, dengan
penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan mencapai 30% dan pengangguran
terbuka mencapai 12 juta (Mulyasa, 2007:3). Sehingga berbagai upaya perbaikan
ditempuh sebagai harapan bagi pembaruan paradigma pendidikan Indonesia yang
lebih bermutu dan kompetitif sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi.( Hidayati, 2009)
Peningkatan kualitas pendidikan
dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan pada berbagai komponen
pendidikan antara lain adalah menyempurnakan kurikulum, dan menggunakan model
pembelajaran, serta bahan ajar yang tepat. Pembaruan dalam bidang kurikulum
yang telah dilakukan pemerintah adalah penyempurnaan kurikulum 1994 yang
cenderung berpusat pada siswa menjadi konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi,
kemudian dilakukan perbaikan lagi terhadap KBK menjadi kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah “kurikulum
operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan
pendidikan” (BSNP, 2006:5).
Belajar mengajar adalah suatu kegiatan
yang bernilai edukaif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara
guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan
belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang
tela dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan
kegiatan pengajarannyan secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatu
guna kepentingan pengajaran (Djamarah, 2002). Untuk itulah maka dalam makalah
ini penulis akan membahas tentang bahan ajar yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari hasil perencanaan seorang guru sebelum mengajar di kelas.
1.2. PERMASALAHAN
Dari latar belakang diatas maka dapat disimpulkan
beberapa pokok permasalahan dalam makalah ini yaitu :
1.
Apakah pengertian strategi pembelajaran
?
2. Apa pengertian Bahan Ajar ?
3. Bagaimana prinsip-prinsip pemilihan bahan ajar ?
2. Apa pengertian Bahan Ajar ?
3. Bagaimana prinsip-prinsip pemilihan bahan ajar ?
4. Bagaimana menentukan langkah-langkah
pembuatan bahan ajar ?
5. Bagaimana menentukan cakupan urutan bahan ajar ?
5. Bagaimana menentukan cakupan urutan bahan ajar ?
6. Bagaimana penerapan Strategi penyampaian
bahan ajar fakta pada pelajaran sejarah ?
1.3. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini
yaitu untuk mengkaji lebih dalam mengenai bahan ajar. Dengan kajian ini
diharapkan mahasiswa sebagai calon pendidik mampu melakukan pengembangan bahan
ajar sesuai dengan spesifikasi mata pelajaran yang diasuhnya.
1.4. MANFAAT
Manfaat
yang diharapkan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi guru
sebagai sumber informasi tentang efektivitas penggunaan strategi penyampaian
bahan ajar fakta pada pelajaran sejarah.
2. Bagi sekolah
sebagai bahan masukan
dalam upaya untuk
meningkatkan kualitas hasil belajar peserta didiknya, terutama dalam pelajaran
sejarah.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Strategi Pembelajaran
Kompetensi Supervisi Akademik merupakan
salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh para pengawas satuan pendidikan.
Kompetensi ini berkenaan dengan kemampuan pengawas dalam rangka pembinaan dan
pengembangan kemampuan guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan di
sekolah/satuan pendidikan. Secara spesifik pengawas satuan pendidikan harus
memiliki kemampuan untuk membantu guru dalam mengembangkan strategi pembelajaran,
serta dapat memilih strategi yang tepat dalam kegiatan pembelajaran.
Strategi merupakan usaha untuk
memperoleh kesuksesan dan keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia
pendidikan strategi dapat diartikan sebagai a plan, method, or series of
activities designed to achieves a particular educational goal (J. R. David,
1976). Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi
tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan)
termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan
dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan tertenu. Dalam hal ini
adalah tujuan pembelajaran.
Pada mulanya istilah strategi banyak
digunakan dalam dunia militer yang diartikan sebagai cara penggunaan seluruh
kekuatan militer untuk memenangkan suatu peperangan. Sekarang, istilah strategi
banyak digunakan dalam berbagai bidang kegiatan yang bertujuan memperoleh
kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Misalnya seorang manajer
atau pimpinan perusahaan yang menginginkan keuntungan dan kesuksesan yang besar
akan menerapkan suatu strategi dalam mencapai tujuannya itu, seorang pelatih
akan tim basket akan menentukan strategi yang dianggap tepat untuk dapat
memenangkan suatu pertandingan. Begitu juga seorang guru yang mengharapkan hasil
baik dalam proses pembelajaran juga akan menerapkan suatu strategi agar hasil
belajar siswanya mendapat prestasi yang terbaik.
Strategi pembelajaran adalah suatu
kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Kemp (1995). Dilain
pihak Dick & Carey (1985) menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah
suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama
untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa.
Strategi pembelajaran merupakan hal yang
perlu di perhatikan oleh seorang instruktur, guru, widyaiswara dalam proses
pembelajaran. Paling tidak ada 3 jenis strategi yang berkaitan dengan
pembelajaran, yakni: (a) strategi pengorganisasian pembelajaran, (b) strategi
penyampaian pembelajaran, dan (c) strategi pengelolaan pembelajaran.
1. Strategi
Pengorganisasian Pembelajaran
Reigeluth, Bunderson dan Meril (1977)
menyatakan strategi mengorganisasi isi pelajaran disebut sebagai struktural
strategi, yang mengacu pada cara untuk membuat urutan dan mensintesis fakta,
konsep, prosedur dan prinsip yang berkaitan.
Strategi pengorganisasian, lebih lanjut dibedaka
menjadi dua jenis, yaitu strategi mikro
dan strategi makro. Startegi mikro mengacu kepada metode untuk pengorganisasian
isi pembelajaran yang berkisar pada satu konsep, atau prosedur atau prinsip.
Strategi makro mengacu kepada metode untuk mengorganisasi isi pembelajaran yang
melibatkan lebih dari satu konsep atau prosedur atau prinsip.
Strategi makro berurusan dengan
bagaimana memilih, menata urusan, membuat sintesis dan rangkuman isi
pembelajaran yang saling berkaitan. Pemilihan isi berdasarkan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai, mengacu pada penentapan konsep apa yang
diperlukan untuk mencapai tujuan itu. Penataan urutan isi mengacu pada
keputusan untuk menata dengan urutan tertentu konsep yang akan diajarkan.
Pembuatan sintesis diantara konsep prosedur atau prinsip. Pembauatn rangkuman
mengacu kepada keputusan tentang bagaimana cara melakukan tinjauan ulang
konsepnserta kaitan yang sudah diajarkan.
2. Strategi Penyampaian
Pembelajaran.
Strategi penyampaian isi pembelajaran
merupkan komponen variable metode untuk melaksanakan proses pembelajaran.
Fungsi strategi penyampaian pembelajaran adalah: (1) menyampaikan isi
pembelajaran kepada pebelajar, dan (2) menyediakan informasi atau bahan-bahan
yang diperlukan pebelajar untuk menampilkan unjuk kerja.
3. Strategi Pengelolaan
Pembelajaran
Strategi pengelolaan pembelajaran
merupakan komponen variabel metode yang berurusan dengan bagaimana menata
interaksi antara pebelajar dengan variabel metode pembelajaran lainnya.
Strategi ini berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang strategi
pengorganisasian dan strategi penyampaian mana yang digunakan selama proses
pembelajaran. Paling tidak, ada 3 (tiga) klasifikasi penting variabel strategi
pengelolaan, yaitu penjadwalan, pembuatan catatan kemajuan belajar siswa, dan
motivasi.
2.2. Pengertian bahan ajar
Bahan ajar merupakan informasi, alat dan
teks yang diperlukan guru/instruktur untuk perencanaan dan penelaahan
implementasi pembelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan
untuk membantu guru/ instruktur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di
kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak
tertulis. (National Center for Vocational Education Research Ltd/National Center for Competency Based Training).
Bahan ajar adalah seperangkat materi
yang disusun secara sistematis baik tertulis maupun tidak sehingga tercipta
lingkungan/suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar.
Bahan ajar atau materi pembelajaran
(instructional materials) adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah
ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari
pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau
nilai.
2.3.
Prinsip-prinsip dalam memilih bahan ajar
Prinsip-prinsip
dalam pemilihan materi pembelajaran meliputi: (a) prinsip relevansi, (b)
konsistensi, dan (c) kecukupan. Prinsip relevansi artinya materi pembelajaran
hendaknya relevan memiliki keterkaitan dengan pencapaian standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Prinsip konsistensi artinya adanya keajegan antara bahan ajar
dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa. Misalnya, kompetensi dasar
yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar yang harus diajarkan
juga harus meliputi empat macam. Prinsip kecukupan artinya materi yang
diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi
dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh
terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan
membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya.
2.4. Langkah-langkah dalam memilih
bahan ajar
Materi pembelajaran yang dipilih untuk
diajarkan oleh guru dan harus dipelajari siswa hendaknya berisikan materi atau
bahan ajar yang benar-benar menunjang tercapainya standar kompetensi dan
kompetensi dasar. Secara garis besar langkah-langkah pemilihan bahan ajar meliputi
:
a. mengidentifikasi
aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
menjadi acuan atau rujukan pemilihan bahan ajar,
b.
mengidentifikasi
jenis-jenis materi bahan ajar,
c. memilih
bahan ajar yang sesuai atau relevan dengan standar kompetensi dan kompetensi
dasar yang telah teridentifikasi tadi., dan
d. memilih
sumber bahan ajar. Secara lengkap, langkah-langkah pemilihan bahan ajar dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Mengidentifikasi aspek-aspek yang
terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebelum menentukan
materi pembelajaran terlebih dahulu perlu diidentifikasi aspek-aspek standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dipelajari atau dikuasai siswa.
Aspek tersebut perlu ditentukan, karena setiap aspek standar kompetensi dan
kompetensi dasar memerlukan jenis materi yang berbeda-beda dalam kegiatan
pembelajaran. Sejalan dengan berbagai jenis aspek standar kompetensi, materi
pembelajaran juga dapat dibedakan menjadi jenis materi aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Materi pembelajaran aspek kognitif secara terperinci dapat
dibagi menjadi empat jenis, yaitu: fakta, konsep, prinsip dan prosedur
(Reigeluth, 1987). Materi jenis fakta adalah materi berupa nama-nama objek,
nama tempat, nama orang, lambang, peristiwa sejarah, nama bagian atau komponen
suatu benda, dan lain sebagainya. Materi konsep berupa pengertian, definisi,
hakekat, inti isi. Materi jenis prinsip berupa dalil, rumus, postulat adagium,
paradigma, teorema.Materi jenis prosedur berupa langkah-langkah mengerjakan
sesuatu secara urut, misalnya langkah-langkah menelpon, cara-cara pembuatan
telur asin atau cara-cara pembuatan bel listrik.Materi pembelajaran aspek
afektif meliputi: pemberian respon, penerimaan (apresisasi), internalisasi, dan
penilaian. Materi pembelajaran aspek motorik terdiri dari gerakan awal, semi
rutin, dan rutin.
Memilih jenis materi yang sesuai dengan
standar kompetensi dan kompetensi dasar. Materi yang akan diajarkan perlu
diidentifikasi apakah termasuk jenis fakta, konsep, prinsip, prosedur, afektif,
atau gabungan lebih daripada satu jenis materi. Dengan mengidentifikasi
jenis-jenis materi yang akan diajarkan, maka guru akan mendapatkan kemudahan
dalam cara mengajarkannya. Setelah jenis materi pembelajaran teridentifikasi,
langkah berikutnya adalah memilih jenis materi tersebut yang sesuai dengan
standar kompetensi atau kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa.
Identifikasi jenis materi pembelajaran juga penting untuk keperluan
mengajarkannya. Sebab, setiap jenis materi pembelajaran memerlukan strategi
pembelajaran atau metode, media, dan sistem evaluasi/penilaian yang
berbeda-beda. Misalnya, metode mengajarkan materi fakta atau hafalan adalah
dengan menggunakan “jembatan keledai”, “jembatan ingatan” (mnemonics),
sedangkan metode untuk mengajarkan prosedur adalah “demonstrasi”.
Memilih sumber bahan ajar.Setelah jenias
materi ditentukan langkah berikutnya adalah menentukan sumber bahan ajar.
Materi pembelajaran atau bahan ajar dapat kita temukan dari berbagai sumber
seperti buku pelajaran, majalah, jurnal, koran, internet, media audiovisual,
dsb.
2.5. Menentukan cakupan dan urutan bahan ajar
a. Menentukan cakupan
bahan ajar
Dalam menentukan cakupan atau ruang
lingkup materi pembelajaran harus diperhatikan apakah jenis materinya berupa aspek
kognitif (fakta, konsep, prinsip, prosedur) aspek afektif, ataukah aspek
psikomotorik. Selain itu, perlu diperhatikan pula prinsip-prinsip yang perlu
digunakan dalam menentukan cakupan materi pembelajaran yang menyangkut keluasan
dan kedalaman materinya. Keluasan cakupan materi berarti menggambarkan berapa
banyak materi-materi yang dimasukkan ke dalam suatu materi pembelajaran,
sedangkan kedalaman materi menyangkut seberapa detail konsep-konsep yang
terkandung di dalamnya harus dipelajari/dikuasai oleh siswa. Prinsip berikutnya
adalah prinsip kecukupan (adequacy). Kecukupan (adequacy) atau memadainya
cakupan materi juga perlu diperhatikan dalam pengertian. Cukup tidaknya aspek
materi dari suatu materi pembelajaran akan sangat membantu tercapainya penguasaan
kompetensi dasar yang telah ditentukan. Cakupan atau ruang lingkup materi perlu
ditentukan untuk mengetahui apakah materi yang harus dipelajari oleh murid
terlalu banyak, terlalu sedikit, atau telah memadai sehingga sesuai dengan
kompetensi dasar yang ingin dicapai.
b. Menentukan urutan bahan ajar
b. Menentukan urutan bahan ajar
Urutan penyajian (sequencing) bahan ajar
sangat penting untuk menentukan urutan mempelajari atau mengajarkannya. Tanpa
urutan yang tepat, jika di antara beberapa materi pembelajaran mempunyai
hubungan yang bersifat prasyarat (prerequisite) akan menyulitkan siswa dalam
mempelajarinya. Misalnya materi operasi bilangan penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian. Siswa akan mengalami kesulitan mempelajari perkalian
jika materi penjumlahan belum dipelajari. Siswa akan mengalami kesulitan
membagi jika materi pengurangan belum dipelajari. Materi pembelajaran yang
sudah ditentukan ruang lingkup serta kedalamannya dapat diurutkan melalui dua
pendekatan pokok , yaitu: pendekatan prosedural, dan hierarkis.
Pendekatan prosedural yaitu urutan
materi pembelajaran secara prosedural menggambarkan langkah-langkah secara urut
sesuai dengan langkah-langkah melaksanakan suatu tugas. Misalnya
langkah-langkah menelpon, langkah-langkah mengoperasikan peralatan kamera video.
Sedangkan pendekatan hierarkis menggambarkan urutan yang bersifat berjenjang
dari bawah ke atas atau dari atas ke bawah. Materi sebelumnya harus dipelajari
dahulu sebagai prasyarat untuk mempelajari materi berikutnya.
2.6. Penerapan strategi penyampaian bahan ajar
fakta dengan materi Tradisi Sejarah
Masyarakat Indonesia
Sebelum Mengenal Tulisan
1.
SAJIAN MATERI
A.
Masa pra aksara.
zaman
ketika manusia belum mengenal tulisan disebut dengan masa prasejarah atau
praaksara. Zaman prasejarah berlangsung sejak manusia ada sampai manusia
mengenal tulisan.
Tradisi
dalam kehidupan masyarakat.
Sejarah
adalah pengalaman kehidupan manusia dimasa lampau. Salah satu fungsi sejarah
adalah untuk memberikan identitas kepada masyarakatnya. Seperti budaya, norma-norma, dan adat
istiadatnya. Pada masyarakat yang belum mengenal tulisan (praaksara), kisah sejarah disebarluaskan
secara lisan sehingga menjadi dari bagian tradisi lisan mereka. Berikut gambaran singkat mengenai
kehidupan masyarakat pada masa praaksara.
a. Organisasi social.
Manusia
memerlukan orang lain atau masyarakat untuk dapat memnuhi kebutuhan hidupnya.
Pola hidup gotong royong suatu kelompok suku sudah terjalin dengan baik.
b. system kepercayaan
pada
masa berburu dan mengumpulkan makanan, system kepercayaan masyarkat Indonesia
dimulai. Hal ini dibuktikan dengan penemuan lukisan-lukisan pada dinding gua di
sulawesi selaatan. Pada masa perundagian kepercayaan terhadap roh nenek moyang
makin kuat dengan makin komplesknya
bentuk upacara-upacara penghormatan, sesaji dan penguburan.
c. Sistem kemasyarakatan.
Ketika manusia bercocok tanam dan jumlahnya
bertambah besar, system kemasyarakatan mulai tumbuh.
d. system ekonomi.
Hubungan
perdagangan pada saat itu adalah system barter yait petukaran barang dengan
barang lain.
e. Ilmu pengetahuan.
Masyarakat Indonesia telah mengenal ilmu
pengetahuan dan tekhnologi sebelum masuknya pengaruh hindu-budha. Masyarakat
telah memanfaatkan angina muson sebagai tenaga penggerak dalam aktivitas
pelayaran dan perdagangan, juga mengenal ilmu perbintangan sebagai petunjuk
arah dalam pelayaran atau petunjuk waktu pada pertanian.
2. BANTUAN UNTUK
MENGHAFAL
Pemberian
bantuan untuk menghafap bagi peserta didik dalam pelajaran ini yaitu dengan
menggunakan cara beripikir: apa sejarah.. bagaiamana sejarah.. dan lain
sebagainya.
3. MEMBERIKAN LATIHAN
Pertama-tama
murid diminta menghafal dengan kalimat sendiri (hafal parafrase) Kemudian murid
diminta memberikan contoh tradisi masyarakat pada praaksara.
4. UMPAN BALIK
Guru
memberikan informasi tentang tradisi masyarakat pada praaksara dan peserta
didik di minta untuk menyebutkan tradisi apa
saja yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada masa praaksara.
5. PEMBERIAN TES
guru memberikan tes
berupa pertanyaan kepada peserta didik yang berkaitan dengan materi tradisi masyarakat
Indonesia
pada masa praaksara.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Perencanaan
pembelajaran sangat penting untuk membantu guru dan siswa dalam mengkreasi,
menata, dan mengorganisasi pembelajaran sehingga memungkinkan peristiwa belajar
terjadi dalam rangka mencapai tujuan belajar. Model pembelajaran sangat
diperlukan untuk memandu proses belajar secara efektif. Model pembelajaran yang
efektif adalah model pembelajaran yang memiliki landasan teoretik yang
humanistik, lentur, adaptif, berorientasi kekinian, memiliki sintak pembelajaran
yang sedehana, mudah dilakukan, dapat mencapai tujuan dan hasil belajar yang
disasar. Model pembelajaran yang dapat diterapkan pada bidang studi hendaknya
dikemas koheren dengan hakikat pendidikan bidang studi tersebut. Namun, secara
filosofis tujuan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi siswa dalam penumbuhan
dan pengembangan kesadaran belajar, sehingga mampu melakukan olah pikir, rasa,
dan raga dalam memecahkan masalah kehidupan di dunia nyata. Model-model
pembelajaran yang dapat mengakomodasikan tujuan tersebut adalah yang
berlandaskan pada paradigma konstruktivistik sebagai paradigma alternatif. Model
problem solving and reasoning, model inquiry training, model problembased instruction,
model conceptual change instruction, model group investigation, dan masih
banyak lagi model-model yang lain yang berlandaskan paradigma konstruktivistik,
adalah model-model pembelajaran alternatif yang sesuai dengan hakikat
pembelajaran humanis populis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar